Meninjau Kembali Kewenangan dan urusan
pemerintahan Provinsi NAD.
Kewenangan pemerintahan
Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yaitu urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama.
Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yaitu urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan urusan tertentu dalam bidang agama.
Aceh memiliki
kewenangan yang bersifat khusus antara lain:
1.
Dalam hal rencana persetujuan internasional yang berkaitan
langsung dengan Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh Pemerintah Pusat harus
dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA.
2.
Dalam hal rencana pembentukan Undang-undang oleh DPR yang
berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan
pertimbangan DPRA.
3.
Dalam hal kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan
Pemerintahan Aceh, seperti pemekaran wilayah, pembentukan kawasan khusus,
perencanaan pembuatan dan perubahan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
langsung dengan daerah Aceh, yang akan dibuat oleh Pemerintah Pusat dilakukan
dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh.
4.
Pemerintah Aceh dapat mengadakan kerja sama secara langsung
dengan lembaga atau badan di luar negeri sesuai kewenangannya, kecuali yang
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Dalam naskah kerja sama tersebut harus
dicantumkan frasa “Pemerintah Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
5.
Pemerintah Aceh dapat berpartisipasi secara langsung dalam
kegiatan seni, budaya, dan olah raga internasional.
6.
Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk
lembaga, badan, dan/atau komisi menurut UU 11/2006 dengan persetujuan
DPRA/DPRK, yang pembetukannya diatur dengan Qanun.
Urusan pemerintahan.
Pemerintahan Aceh dan
Pemerintahan Kabupaten/Kota menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya yang diatur dan diurus sendiri oleh Pemerintahan Aceh dan
Pemerintahan Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat menetapkan norma, standar, dan
prosedur serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan tidak
dimaksudkan untuk mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintahan Aceh
dan Pemerintahan Kabupaten/Kota
Pembagian dan
pelaksanaan urusan pemerintahan, yang terdiri atas urusan wajib dan urusan
pilihan, baik pada Pemerintahan di tingkat Aceh maupun pemerintahan di tingkat
Kabupaten/Kota, dilakukan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas,
dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar pemerintahan di
Aceh. Pembagian urusan pemerintahan yang berkaitan dengan syari’at Islam antara
Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan Kabupaten/Kota diatur dengan Qanun Aceh.
Urusan wajib yang
menjadi kewenangan Pemerintahan Aceh yang merupakan pelaksanaan keistimewaan
Aceh:
1.
Penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan
syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup
antarumat beragama;
2.
Penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;
3.
Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah
materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam;
4.
Peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh; dan
5.
Penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Urusan wajib yang
menjadi kewenangan khusus pemerintahan Kabupaten/Kota adalah pelaksanaan
keistimewaan Aceh, yang meliputi:
1.
Penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at
Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat
beragama;
2.
Penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;
3.
Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah
materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam; dan
4.
Peran ulama dalam penetapan kebijakan Kabupaten/Kota.
Pemerintah
Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan tambahan dalam hal:
1.
Menyelenggarakan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah
Tsanawiyah dengan tetap mengikuti standar nasional pendidikan dan
2.
Mengelola pelabuhan dan bandar udara umum. Dalam menjalankan
kewenangan ini Pemerintah Aceh melakukan koordinasi dengan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Penyelenggaraan
pemerintahan
Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan Pemerintahan
Kabupaten/Kota berpedoman pada asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang
memiliki khususan yaitu dimasukkannya asas ke-Islaman. Penyelenggara
Pemerintahan Aceh terdiri atas Pemerintah Aceh dan DPRA. Penyelenggara
Pemerintahan Kabupaten/Kota terdiri atas Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRK.
Susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota diatur
lebih lanjut dalam Qanun.
DPRA dan DPRK
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh disebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota disebut Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK). Jumlah anggota DPRA paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari yang ditetapkan undang-undang.
DPRA dan DPRK
mempunyai hak untuk membentuk alat kelengkapan DPRA/DPRK sesuai dengan
kekhususan Aceh. DPRA dapat membentuk paling sedikit 5 (lima) komisi dan paling
banyak 8 (delapan) komisi. DPRK yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan
34 (tiga puluh empat) orang membentuk 4 (empat) komisi, dan yang beranggotakan
35 (tiga puluh lima) orang atau lebih membentuk 5 (lima) komisi.
Tugas dan wewenang
DPRA antara lain:
§
Membentuk Qanun Aceh yang dibahas dengan Gubernur untuk mendapat
persetujuan bersama;
§
Memberikan pertimbangan terhadap rencana bidang legislasi Dewan
Perwakilan Rakyat yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh;
Tugas dan wewenang
DPRK antara lain adalah membentuk Qanun Kabupaten/Kota yang dibahas dengan
Bupati/Walikota untuk mendapat persetujuan bersama.
Pemerintah Aceh dan
Kabupaten/Kota
Pemerintah Aceh dipimpin oleh seorang Gubernur sebagai Kepala Pemerintah Aceh dan dibantu oleh seorang Wakil Gubernur. Gubernur bertanggung jawab dalam penetapan kebijakan Pemerintah Aceh pada semua sektor pemerintahan termasuk pelayanan masyarakat dan ketenteraman serta ketertiban masyarakat yang diatur dalam Qanun Aceh. Gubernur karena jabatannya berkedudukan juga sebagai Wakil Pemerintah Pusat dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pemerintah Aceh dipimpin oleh seorang Gubernur sebagai Kepala Pemerintah Aceh dan dibantu oleh seorang Wakil Gubernur. Gubernur bertanggung jawab dalam penetapan kebijakan Pemerintah Aceh pada semua sektor pemerintahan termasuk pelayanan masyarakat dan ketenteraman serta ketertiban masyarakat yang diatur dalam Qanun Aceh. Gubernur karena jabatannya berkedudukan juga sebagai Wakil Pemerintah Pusat dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pemerintah
Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota sebagai kepala pemerintah
Kabupaten/Kota dan dibantu oleh seorang Wakil Bupati/Wakil Walikota.
Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penetapan kebijakan Pemerintah
Kabupaten/Kota di semua sektor pelayanan publik termasuk ketenteraman dan
ketertiban masyarakat yang diatur dalam Qanun Kabupaten/Kota.
Gubernur atau
Bupati/Walikota mempunyai tugas dan wewenang antara lain melaksanakan dan
mengoordinasikan pelaksanaan syari’at Islam secara menyeluruh. Wakil Gubernur
mempunyai tugas membantu Gubernur antara lain dalam pengoordinasian kegiatan
instansi pemerintah dalam pelaksanaan syari’at Islam. Wakil Bupati/Wakil
Walikota mempunyai tugas membantu Bupati/Walikota antara lain dalam:
§
Pengoordinasian kegiatan instansi pemerintah dalam pelaksanaan
syari’at Islam;
§
Pemberdayaan perempuan dan pemuda;
§
P emberdayaan adat;
§
Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan kecamatan,
Mukim, dan Gampong;