Upah Pekerja di Aceh Rp 1.550.000 Sebulan, Cukupkah?



Upah Pekerja di Aceh Rp 1.550.000 Sebulan,
Cukupkah?
Dalam harian media aceh – Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) para pekerja di daerah ini Rp 1.550.000 per bulan atau Rp 62 ribu per hari bagi setiap pekerja lajang.
Penetapan upah baru bagi pekerja/buruh atau UMP Aceh yang efektif berlaku 1 Januari 2013 itu, dituangkan dalam Peraturan Gubernur Aceh Nomor 65 Tahun 2012 tanggal 5 Oktober 2012 yang ditandatangani Zaini Abdullah dan Sekretaris Daerah Aceh, Teuku Setia Budi.
“Peraturan gubernur ini berlaku bagi seluruh pekerja/karyawan, baik perusahaan swasta, BUMN, BUMD, instansi pemerintah, maupun usaha sosial yang beroperasi di daerah ini,” sebut Drs Hasballah, kepada Serambi, Kamis (8/11).
Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) Disnakermobduk Aceh ini mengakui, walaupun secara riil UMP Aceh tahun 2012 naik Rp 62 ribu per bulan itu, namun masih belum memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHL) pekerja lajang di daerah ini yang rata-rata kebutuhan hidup layak (KHL)-nya sebesar Rp 1.633.723 per bulan.
“Namun, dengan adanya iktikad baik Gubernur Zaini memperbaiki kesejahteraan pekerja, maka sebagian dari kebutuhan hidup kaum buruh di daerah ini, relatif terpenuhi,” katanya.
Menurutnya, gaji para pekerja atau buruh memegang peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Oleh karenanya, penetapan upah minimum sebagai jaring pengaman di tingkat provinsi, kabupaten/kota di Aceh ini, telah mempertimbangkan faktor-faktor upah minimum seperti KHL, produktivitas makro, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja, kemampuan usaha, dan kemampuan perusahaan yang beroperasi di daerah ini.
Alasannya, sesuai hasil penelitian lapangan, dari beberapa kabupaten/kota yang dilakukan tim pengupahan daerah, diketahui tingkat inflasi relatif tinggi, KHL seorang pekerja lajang rata-rata di atas Rp 1.633.723 per bulan.
Penetapan dan penerapan UMP baru yang efektif berlaku 1 Januari 2012 ini, kata Hasballah, telah mempertimbangkan berbagai faktor. Misalnya, penghitungan KHL berdasarkan sembilan komponen, antara lain kebutuhan makanan, sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi.
Wakil Ketua Serikat Pekerja Aceh (SPA), Drs M Yunan menyebutkan, pengesahan UMP Aceh 2012 sebesar Rp 1.550.000 belum menyentuh kebutuhan hidup minimum (KHM) para pekerja lajang di Aceh, yang rata-rata di atas Rp 1,7 juta per bulan.
Kecuali itu, sebelum menetapkan UMP baru, yang dijadwalkan efektif berlaku 1 Januari 2013, seyogianya gubernur benar-benar memperhatikan nasib pekerja Aceh yang masih memperihatinkan. Sebab, penetapan upah, belum menyentuh kebutuhan ril para pekerja, yang tolok ukurnya adalah nilai KHM.
Karena itu, menyarankan supaya penetapan UMP Aceh 2013, diberlakukan secara sektoral, mengingat hampir setiap sektor industri dan jasa memiliki komposisi berbeda, baik dari segi tenaga kerja maupun tingkat kesulitan kerja.
Menurutnya, kondisi perekonomian Aceh yang relatif membaik, idealnya para pekerja golongan terendah di daerah ini minimal Rp 2 juta. Tapi, kenyataanya, upah yang diterima sebagian besar buruh di kabupaten/kota, masih saja di bawah Rp 1,55 juta, meskipun standar UMP ditetapkan Rp 1,55 juta per bulan.
“Memang ada perusahaan yang upahnya di atas Rp 1,55 juta, namun itu sedikit sekali. Bahkan,  buruh yang bekerja di sektor informal banyak tidak mengenal mengenal UMP, begitu juga dengan perlindungan terhadap mereka,” jelasnya.